Rabu, 12 Agustus 2009

pembuatan makalah

RINGKASAN TENTANG POKOK AJARAN KATHOLIK
DI SUSUN GUNA MEMENUHI SALAH SATU TUGAS UNTUK MELENGKAPI BENTUK PENILAIAN AKHIR
SEMESTER




DOSEN PENGAMPU : Sukardi,S.Ag.,M.Pd







Disusun Oleh :


1. Angela Irena (200803007)
2. Citra Utami Sitepu (200803011)
3. Denis Cessar (2008030





SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
STIE BUDDHI
2009

RINGKASAN TENTANG POKOK AJARAN KATHOLIK
DI SUSUN GUNA MEMENUHI SALAH SATU TUGAS UNTUK MELENGKAPI BENTUK PENILAIAN AKHIR
SEMESTER




DOSEN PENGAMPU : Sukardi,S.Ag.,M.Pd







Disusun Oleh :





SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
STIE BUDDHI
2009
DAFTAR ISI





Halaman Judul……………………………………………………………………………i
Daftar isi………………………………………………………………………………….ii
Kata Pengantar……………………………………………………………………….…iii
BAB I PENDAHULUAN
a). Latar Belakang.................................................................................................1
b). Alasan Pemilihan Judul...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
a). Pengertian Asal-Usul Agama Katolik………………………………….…....3
b). Sumber-Sumber Pokok Agama Katolik……………………………………4
c). Pokok-pokok Ajaran Agama Katolik……………………………………….5
BAB III RANGKUMAN..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
























KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan ini kami dapat menyelesaikan makalah tentang Sejarah masuknya Agama Katholik ke Indonesia.
Kami juga mengucapkan terimakasih kpd :

1. Bapak Sukardi,S.Ag.,M.Pd selaku dosen yang memberikn tugas makalah.
2. Narasumber yang telah memberikan informasi.
3. Teman-teman yang telah mendukung kami.

Makalah Ringkasan Tentang Pokok Ajaran Katholik ini dengan jelas menunjukkan jati diri seorang Kristen yang benar. Kami percaya setiap orang Kristen khusunya Kristen Katholik melakukan seperti yang di tulis di dalam makalah ini maka akan terjadi pertumbuhan yang pesat di dala kehidupan kekristenan di Indonesia dan Yesus kan dimuliakan.














Tngerang,16 juni 2009



Penulis







BAB I
PENDAHULUAN

a). Latar Belakang


Sejarah bagaikan roda yang terus berputar, berjalan dan melaju di atas peradaban manusia, yang dimulai dengan kelahiran, perkembangan, pertumbuhan, kehancuran atau malah akan semakin maju, sebagimana agama Nasrani. Melihat aspek historis nenek moyang Agama Nasrani yang biasa dikenal dengan sebutan agama Kristen adalah agama yang diwahyukan serangkaian dengan agama Yahudi dan berkaitan dengan agama Islam yakni dari Nabi Ibrahim (Abraham). Dan ada juga yang berpendapat ketiganya–Yahudi, Kristen, Islam–merupakan buah dari “Proses Evolusi” Agama-agama primitive. Dari semua agama yang dianut oleh umat manusia, agama Nasrani/Kristenlah yang paling luas tersebar di muka bumi ini, dan yang paling banyak pengikutnya. Dalam sejarahnya yang telah berusia lebih dari 2000 tahun itu, agama Kristen telah tumbuh dalam berbagai bentuk yang mengagumkan. Meskipun, secara internal terpecah menjadi tiga Gerakan yaitu Gereja Roma Katolik, Gereja Ortodok Timur, dan Gereja Kristen Protestan.
Berangkat dari inilah, dalam makalah ini akan mencoba menguraikan salah satu aliran atau gerakan Kristen tersebut, yaitu agama Katolik, yang dimulai dari pengertian, asal-usul dan perkembangnya, kemudian dilanjutkan dengan sumber-sumber dan pokok-pokok ajarannya serta agama Katolik di Indonesia sebagai suatu pemahaman. Hal ini tidak berarti bahwa setiap orang akan setuju segala hal-hal yang akan diuraikan. Agama Kristen merupakan suatu fenomena yang demikian kompleksnya, sehingga sukar untuk mengatakan suatu yang penting mengenainya yang akan disetujui oleh semua orang. Karena itu perlu diingat, bahwa apa yang akan diuraikan adalah suatu penafsiran. Namun telah diusahakan agar penafsiran tersebut menyangkut hal-hal yang dipercayai bersama, setidak-tidaknya mengenai hal-hal yang pokok.





b). Alasan Pemilihan Judul

Memasuki era reformasi, bangsa Indonesia tetap berupaya untuk mereformasi berbagai sektor pembangunan baik secara fisik maupun non fisik, pembangunan yang bersifat material maupun spiritual. Salah satu sektor yang paling penting diperhatikan dalam hal ini adalah peningkatan kualitaas pendidikan melalui berbagai bidang, termasuk di dalamnya melalui sektor agama. Agama merupakan bagian integral pembangunan nasional khususnya di bidang spiritual yang merupakan salah satu aspek penting untuk membentuk mental dan spiritual, salah satunya dinyatakan melalui peningkatan mutu Pendidikan Agama Kristen Katholik.
Sebagaimana kita ketahui banyak sekali orang-orang yang sudah melupakan asal-usul agama yang dianutnya serta perkembangan agama tersebut dan tidak mengetahuinya padahal Identitas agama tersebut harus dilestarikan dengan baik.

Atas dasar itulah kami membuat makalah ini untuk mewujudkan keteladanan kristus dalam kehidupannya, agar para pengnut agama kristen Katholik dapat mengerti tentang pokok-pokok ajaran dan sejarah yang melatarbelakangi ajaran agama Katholik ini.























BAB II
PEMBAHASAN


a). Pengertian Asal-Usul Agama Katolik
Agama katolik adalah suatu agama yang digunakan untuk menyebut agama Kristen yang berpusat di Vatikan, Roma. Agama ini dikenal dengan nama “Agama Kristen Katolik”, hal ini karena dari histories sangat erat kaitannya dengan agama Kristen di Nazerat (Nasirah) dengan tokohnya adalah Yesus kristus pada tahun ke-4 SM, tetapi sebagian ada yang berpendapat antara tahun 7-5 SM. Istilah katolik berasal dari bahasa Yunani “kathoikos” yang berarti “am” maksudnya agama katolik adalah agama yang bersifat universal, dalam arti untuk semua manusia, sehingga gereja harus menyebarluaskan ajarannya ke seluruh dunia atau juga yang berarti ajarannya terbesar di seluruh dunia.[2] Lebih lanjut lagi dari arti “katolik” dianggap sebagai nama ajaran gereja yang dipandang benar, hal ini diperkuat dengan adanya doktrin kepercayaan katolik sebagimana tercantum dalam kredo (Sumpah Setia) Nicea. Hasil konsili tahun 325 M, dan konsili konstantinopel tahun 381 M, yang menyatakan bahwa “aku percaya gereja yang suci, am, dan rasuli”. Bisa juga berarti nama dari ajaran Gereja yang benar atau kepercayaan ortodoks sebagai lawan ajaran-ajaran bid’ah. Bila dikaitkan; gereja bisa berarti “am” maksudnya : perkembangan gereja itu merupakan pertanda kebenaran ajaran para rasul selain bahwa fereja bersifat universal.
Tidak diketahui dengan pasti kapan dan siapa yang membawa agama Kristen masuk untuk kali pertama ke Roma, karena sejumlah pendapat dapat dianggang sebagai kemungkinan-kemungkinan. Pertama, adanya seorang warga Roma yang bernama Korneilus bersama keluarganya telah Dibaptis oleh Petrus untuk masuk agama Kristen, yang kemudian menyebarluaskan ajaran ini setelah ia kembali ke Roma. Kedua, Petrus sendirilah yang menyebarkan di Roma. Ketiga, adanya hubungan dagang yang baik antar Roma dan Palestina. Keempat,. adanya golongan Kristen yang terdiri dari orang Yahudi-Roma, hadir pada Pantekosta di Yarussalem. Keenam, agama Kristen dibawa oleh Paulus ke Roma, karena Pauluslah orang yang dianggap sangat gigih untuk keluar batas “keYahudian” meskipun ia tidak termasuk salah satu dari murid Yesus.[4] Dan yang terahir inilah yang banyak disepakati.
Di tangan Paus Pauluslah agama Kristen menyebar menjelajahi wilayah Mediterania Timur hingga mencapai Roma sehingga berhasil membentuk komunitas kecil atau gereja-gereja.[5] Di Roma agama Kristen berkembang pesat, bahkan pada tahun 380 M, menjadi agama kekaisaran Roma.[6] Akan tetapi ketika bangsa Hun di bawah pimpinan Attila abad ke-5 mengobrak-abrik Roma ibukota Imperium Roma, resmi ibu kota Roma pindah ke Konstantinopel. Kondisi ini berpengaruh kepada adanya persaingan antar Paus di Roma dan di Konstantinopel dalam masalah kedudukan secara politik. Dan dari sinilah kemudian pada tahun 1054 M, agama Kristen terjadi pemisahan menjadi Gereja Roma katolik di Barat dan Gereja Grik Ortodoks di Konstantinopel. Lebih jauh lagi pada abad ke-16 terjadi protes atas otoritas Paus di Vatikan yang melahirkan Kristen Protestan. Oleh karena itu, dalam agama Kristen terdapat perbedaan-perbedaan ajaran di antara tiga gerakan tersebut.

b). Sumber-Sumber Pokok Agama Katolik
• Kitab Suci
Sebagaimana agama lain, agama Kristen mengakui bahwa merekapun memiliki kitab suci yang mereka yakini sebagi sumber dan pandangan hidup. Kitab suci agama Kristen adalah “Kitab Injil” atau “Bibel” dan juga bisa dinamakan “Alkitab” yang terdiri dari perjanjian lama dan perjanjian baru.

o Perjanjian Lama, menurut gereja katolik, jumlah kitab suci yang terhimpun adalah 49 buah, selisih lebih banyak dari yang diakui protestan, kesepuluh kitab yang tidak diakui disebut “Deuterokanomika” yaitu kitab-kitab dongeng atau jiplakan yang tidak termasuk kanon Yahudi.
o Perjanjian Baru, istilah ini mempunyai arti, “tata cara keselamatan yang diadakan Allah dalam diri Yesus”. Isi perjanjian baru mencakup 27 kitab, yang terdiri dari 4 injil, yaitu Markus (60 M), Matius (70 M), Lukas (75 M), dan Yahya (100 M). Dari keempat ini dikarang oleh manusia, namun menurut kepercayaan kristiani penulisnya mendapat bimbingan dari Roh Kudus yang diinspiratori oleh Allah.
• Tradisi
Tradisi yang ada dalam gereja dipandang sebagai sumber kebenaran, yang disamakan dengan kitab suci. Kekuasaan gereja terbagi menjadi dua macam, yaitu pertama, Traditio Dekratative yang artinya gereja merupakan satu-satunya badan yang dapat menerangkan isi kitab tanpa berbuat salah. Kedua, Traditio konstituve, yaitu gereja mempunyai tradisi yang melengkapi isi kitab Suci.
• Penagakuan Iman Rosuli
Pengakuan Iman Rosuli merupakan ringkasan yang di hasilkan dari kesepakatan-kesepakatan antar jemaat mengenai keyakinan iman (rumusan-rumusan hasil “konsili”), lazimnya dipakai dan diucapkan oleh siapa saja yang menerima pembaptisan. Termasuk juga Kalekismus yaitu sebuah buku yang disusun dalam bentuk tanya jawab tentang keimanan.

c). Pokok-pokok Ajaran Agama Katolik

Pada dasarnya Yesus belum komprehensip meninggalkan ajaran-ajaran agama Kristen termasuk di dalamnya juga masalah teologi. Itulah sebabnya pembahasan tentang teologi dalam agama Kristen terjadi perbedaan pendapat. Namun berdasarkan konsili-konsili ditetapkan bahwa teologi Kristen katolik adalah sebagaimana tercantum dalam Kredo Iman Rasuli, yaitu Tritunggal yang terdiri dari Allah Bapa, Allah Anak, dan Tuhan Roh Kudus.[7] Hal ini merupakan monoteisme dalam agama Kristen. Yang ketiga oknum tersebut terdiri dari satu Zat (Tuhan). Sedangkan ajaran tentang Syariatnya dan etika identik dengan ajran agama Yahudi yang tertuang dalam Taurat (Perjanjian Lama dalam agama Kristen).



Sepuluh Perintah Allah :
Akulah Tuhan, Allahmu,
1. Jangan menyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja, dan Cintailah Aku lebih dari segala sesuatu.
2. Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat.
3. Kuduskanlah hari Tuhan.
4. Hormatilah Ibu Bapamu.
5. Jangan membunuh.
6. Jangan berzina.
7. Jangan mencuri.
8. Jangan beersaksi dusta tentang sesamamu.
9. Jangan mengingini istri sesamamu.
10. Jangan mengingini milik sesamamu secara tidak adil.

Sembilan Buah Roh :
1. Kasih (agape)

Sudah sepantasnya bila “kasih” mengawali daftar kebajikan ini. Hal ini karena kasih merupakan tujuan dari kemerdekaan yang diberikan kepada manusia. Sebagaimana yang Paulus tegaskan: “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Gal 5:13). Kasih juga adalah “pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan” (Kol 3:14) yang mengikat semua kebajikan yang didaftar dalam Kol.3:12 (belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran). Kasih adalah rahmat yang mengatasi semua rahmat rohani bahkan lebih besar dari pada iman dan harapan (bdk. 1 Kor 13:13). Kasih juga merupakan sifat Allah Bapa dan Kristus (bdk. Gal 2:20; Ef 5:2; 2 Tes 2:16).



Kasih Allah yang besar ini (bdk. Ef 2:4-7) sesungguhnya tidak layak diberikan kepada manusia (Rm 5:8). Namun berkat perantaraan Roh Kudus, manusia dapat mengalami kasih ini dalam hati mereka dan tidak ada yang dapat memisahkan mereka dari kasih Allah ini, yang sekaligus adalah kasih Kristus (Rm 8:35-39). Dalam kasih Allah yang tak terpahami inilah seharusnya kehidupan kristiani dijiwai (2 Kor 5:14).

Kasih kristiani juga dibedakan dari kasih duniawi, dimana kasih duniawi lebih memusatkan perhatiannya pada kesenangan, sedangkan kasih kristiani memusatkan perhatiannya pada penderitaan. Penderitaan ini mengacu pada penderitaan Kristus sebagai tanda kasih-Nya kepada manusia. Dalam pengertian ini, kasih kristiani bermodelkan pada kasih Kristus kepada manusia.

William Barclay memberikan komentarnya tentang bagaimana kasih yang dimaksud dalam kehidupan praktis:
“Kasih (agape) adalah istilah Kristen yang berarti kebajikan yang tak dapat dilawan. Apapun yang diperbuat orang atas diri kita, entah itu cacimaki, sakit hati ataupun penghinaan, kita akan tetap berbuat hal-hal yang terbaik baginya. Jadi kasih adalah segala sesuatu yang tidak hanya menyangkut perasaan tetapi juga kemauan; tidak hanya mengena pada hati tetapi juga pada pikiran. Jelasnya, kasih adalah upaya yang sengaja kita lakukan tanpa ada maksud jahat, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain yang mungkin bermaksud jahat pada kita. Usaha ini hanya dapat dicapai dengan campur tangan Allah saja.”

2. Sukacita (khara)

Dalam konteks ini, sukacita tidak diartikan secara duniawi, yaitu sebagai kebahagiaan manusiawi, tetapi diartikan sebagai suatu anugerah yang berdasarkan pada Allah saja. Paulus berkali-kali menegaskan supaya orang-orang beriman “bersukacitalah dalam Tuhan” (Flp 3:1; 4:4; bdk 2 Kor 13:11). Sukacita ini adalah “sukacita dalam iman” (Flp 1:25) yang diberikan oleh Allah bersama dengan damai sejahtera dalam kehidupan kristiani (Rm 15:13). Sukacita ini juga berdasarkan pada pengharapan yang mengalir dari iman (Rm 12:12). Kemudian sebagai aspek dari “buah Roh”, sukacita juga disebut berasal dari Roh Kudus (Rm 14:17) dan diinspirasikan oleh Roh Kudus (1 Tes 1:6). Oleh karena itu, Paulus menyatakan bahwa sukacita berasal Tuhan (Kristus), Allah, dan Roh Kudus. Anugerah sukacita bukan berasal dari manusia tetapi berasal dari Yang Ilahi, maka sukacita kristiani tidak gentar oleh penderitaan dan pencobaan dan malahan memberikan bukti akan kuasanya di tengah-tengah semuanya itu (2 Kor 6:10; 8:2; 1 Tes 1:6).

Paulus sendiri juga mewujudkan kehidupan yang penuh sukacita. Meskipun pada saatnya ia akan mengalami keadaaan yang menyusahkan di Roma, ia tetap bersukacita karena Kristus diberitakan (Flp 1:15-18). Ia bersukacita dalam penderitaannya untuk jemaat (Kol 1:24) dan sekalipun darahnya dicurahkan pada korban dan ibadah iman jemaat (Flp 2:17). Ia bersukacita atas jemaat di Filipi dan Tesalonika (Flp 4:1; 1 Tes 2:19). Ia bersukacita atas jemaat Roma karena kabar akan ketaatan mereka pada Injil (Rm 16:19), atas jemaat di Kolose karena ketertiban hidup mereka dan keteguhan iman mereka dalam Kristus (Kol 2:5), dan atas jemaat di Korintus karena pertobatan dan penghiburan mereka (2 Kor.7:7-9). Ia pun bersukacita atas perhatian dan pertolongan jemaat kepadanya (2 Kor 7:7; Flp 4:10;). Paulus adalah rasul sukacita yang tidak hanya meminta umatnya untuk senantiasa bersukacita (1 Tes 5:16) tetapi juga bersukacita dengan orang yang bersukacita (Rm 12:15).


3. Damai sejahtera (eirene)

Dalam bahasa Yunani sehari-hari pada masa itu, kata ini dipakai dengan dua kegunaan yang menarik. Kata ini digunakan untuk ketentraman yang dinikmati oleh sesuatu negara karena berlakunya keadilan dan kemakmuran di bawah pemerintahan kepala negara yang bijaksana. Kata ini juga digunakan untuk tata tertib yang berlaku dan terpelihara dalam suatu kota atau desa.

Berkaitan dengan buah roh, damai sejahtera di sini tidak hanya berarti keadaan tidak adanya perang dan masalah, tetapi lebih berarti keutuhan, kesehatan, dan kemakmuran. Dalam surat-surat Paulus, kata ini kerap muncul dalam salam pembukaan dan ucapan syukur, dimana Allah (dengan Yesus) diidentifikasikan sebagai sumber dari damai sejahtera. Paulus juga berbicara tentang “Allah damai sejahtera” (Rm 15:33; 16:20; 2 Kor 13:11; Flp 4:9; 1 Tes 5:23) dan menunjuk Yesus sebagai “Tuhan damai sejahtera” (2 Tes 3:16).


4.Kesabaran
Kesabaran pertama-tama merupakan sifat Allah (bdk. Kel 34:6). Paulus memandang dirinya sebagai obyek kesabaran sempurna Kristus sehingga dengan hal ini ia dapat “menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal” (1 Tim 1:16). Dalam surat-surat Paulus, kesabaran di sini bukan berarti sabar terhadap benda-benda atau kejadian-kejadian, tetapi selalu digunakan dalam konteks sabar terhadap orang lain. Kesabaran juga merupakan sisi pasif kasih, sedangkan kebaikan adalah sisi aktif dari kasih. Kemudian dalam Rm 2:4, Paulus berbicara tentang “kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya.”

5. Kemurahan (khrestotes)

Dalam Perjanjian Baru, kata ini hanya ditemukan dalam surat-surat Paulus. Bila dikenakan pada Allah, kata ini menunjukkan pada kemurahan-Nya pada para pendosa. Dalam kemurahan Allah juga terkandung kesabaran-Nya dalam menantikan pertobatan para pendosa (bdk. Rm 2:4). Keselamatan juga merupakan manifestasi dari kemurahan Alah ini dan juga merupakan “kasih-Nya kepada manusia” (Tit 3:4-5). Kemurahan Allah ini dinyatakan kepada manusia melalui Yesus Kristus (bdk. Ef 2:7). Kemudian Paulus juga berpendapat bahwa kemurahan Allah dan kekerasan-Nya saling bertentangan tetapi juga sekaligus berhubungan satu sama lain. Kepada orang yang tidak mau bertobat Allah menunjukkan kekerasan-Nya, namun kepada orang yang mau bertobat Allah menunjukkan kemurahan-Nya (bdk. Rm 11:22).
6. Kesetiaan (pistis)

Paulus beberapa kali menghubungkan kata ini dengan “percaya” (Gal 3:9; 2 Kor 6:15), tetapi umumnya kata ini digunakan untuk orang yang setia. Ia menyebutkan beberapa pendapat tentang kesetiaan ini:
1. Kesetiaan merupakan sifat yang perlu bagi para pelayan, guru, istri (1 Kor 4:2; 2 Tim 2:2; 1 Tim 3:11).
2. Paulus sendiri adalah orang yang “dapat dipercayai karena rahmat yang diterimanya dari Allah” (1 Kor 7:25); ia bersyukur karena Allah telah menganggapnya setia dan mempercayakan pelayanan Injil kepadanya (1 Tim 1:12).
3. Beberapa orang disebut oleh Paulus sebagai orang yang setia: Timotius (1 Kor 4:17), Tikhikus (Ef 6:21; Kol 4:7), Epafras (Kol 1:7), dan Onesimus (Kol 4:9).
4. Paulus menampilkan Yesus Kristus sebagai contoh teladan dalam kesetiaan (2 Tes 3:3).
5. Allah adalah setia (1 Kor 1:9; 10:13; 2 Kor 1:18; 1 Tes 5:24; 2 Tim 2:13), perkataan dan ajaran Injil dapat dipercaya (1 Tim 1:15; 3:1; 4:9; 2 Tim 2:11; Tit 1:9; 3:8). Yesus berulang-ulang meminta para murid-Nya untuk memiliki kesetiaan sebagaimana beberapa kali ditampilkan dalam perumpamaan-perumpamaan yang diceriterakan-Nya (Mat 25:14-30; Luk 12:35-48; 16:10; 19:11-27). Maka kesetiaan berarti sifat setia, yang dapat digambarkan dengan seseorang yang dapat dipercaya, dengan kesetiaan yang dapat dipercaya, dan dengan kata-kata yang dapat diterima. Namun bila kata ini dihubungkan dengan Allah, hal ini menggambarkan seseorang yang teguh dalam iman kepada Yesus Kristus dan sekaligus sungguh-sungguh berserah pada Allah.



7.Kelemahlembutan(praotes)

Dalam bahasa Yunani, orang yang lemah lembut berarti orang yang kekuatan dan kelemahlembutannya berjalan beriringan. Sedangkan dalam Septuaginta, kelemahlembutan biasanya menunjuk pada sikap rendah hati terhadap rencana Allah. Lalu dalam Perjanjian Baru, kelemahlembutan dihubungkan dengan kasih (1 Kor 4:12), kesabaran (2 Kor 10:1; Tit 3:2), sabar dan rendah hati (Ef 4:2; Kol 3:12),

Lemah lembut adalah roh yang mau mengkoreksi kesalahan saudara yang lain (Gal 6:1) dan salah satu sifat hamba Tuhan (2 Tim 2:25). Kelemahlembutan ini harus meresapi seluruh kehidupan kristiani (bdk. Yak 3:13; 1 Pet 3:4) sebagaimana juga meresapi kehidupan Kristus (Mat 11:29; 21:5; 2 Kor 10:1).

8.Penguasaan Diri
Penguasaan diri juga merupakan bagian dari disiplin yang keras untuk setiap atlet, tidak hanya untuk ‘atlet’ rohani (1 Kor 9:25) dan juga merupakan salah satu sifat yang diperlukan bagi penilik jemaat (Tit 1:8). Paulus pun menyarankan pada orang-orang yang tidak menikah atau para janda yang tidak dapat menguasai diri untuk menikah (1 Kor 7:9).

Tetapi dari semuanya itu, penguasaan diri yang diperintahkan oleh Paulus tidak mempunyai kadar asketis. Ia sendiri tidak melakukan penguasaan diri demi penguasaan diri itu sendiri (in se), tetapi demi menyingkirkan semua halangan yang mencegahnya untuk mencapai tujuan (1 Kor 9:25-27)

9. kebaikan

Di samping ajaran teologi yang harus dijadikan dasar (iman Kristen) ada juga amal wajib yang harus dilakukan yang disebut Sakramen, yaitu suatu perbuatan dan perkataan sebagai rahmat serta keselamatan, yang pada prinsipnya dikerjakan oleh roh kudus dengan perantara seorang iman (Uskup atau Pastur), amal tersebut meliputi tujuh rangkaian, yaitu;

• 1 Sakramen-sakramen Inisiasi
o Pembaptisan
o Penguatan
o Ekaristi
• Sakramen-sakramen Penyembuhan
o Rekonsiliasi
o Pengurapan Orang Sakit
• Sakramen-sakramen Panggilan
o Imamat
o 3.2 Pernikahan

Pembaptisan
Baptisterium (bejana/ruang/tempat pembaptisan) dalam Katedral St. Rafael, Dubuque, Iowa. Bejana khusus ini diperluas pada tahun 2005 untuk mencakup sebuah kolam kecil bagi pembaptisan selam orang dewasa, delapan sisi pada bejana melambangkan delapan jiwa yang terselamatkan oleh bahtera nuh.
Pembaptisan adalah sakramen pertama dan mendasar dalam inisiasi Kristiani. Sakramen ini dilayankan dengan cara menyelamkan si penerima ke dalam air atau dengan mencurahkan (tidak sekedar memercikkan) air ke atas kepala si penerima "dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus " (Matius 28:19). Pelayan sakramen ini biasanya seorang uskup atau imam, atau (dalam Gereja Latin, namun tidak demikian halnya dalam Gereja Timur) seorang diakon.
Dalam keadaan darurat, siapapun yang berniat untuk melakukan apa yang dilakukan Gereja, bahkan jika orang itu bukanlah seorang Kristiani, dapat membaptis.
Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua dosa pribadi dan dari hukuman akibat dosa-dosa tersebut, dan membuat orang yang dibaptis itu mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui "rahmat yang menguduskan" (rahmat pembenaran yang mempersatukan pribadi yang bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya).
Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang Kristen.
Pembaptisan menganugerahkan kebajikan-kebajikan "teologis" (iman, harapan dan kasih) dan karunia-karunia Roh Kudus. Sakramen ini menandai penerimanya dengan suatu meterai rohani yang berarti orang tersebut secara permanen telah menjadi milik Kristus.

Penguatan(Krisma)
Penguatan atau Krisma adalah sakramen kedua dalam inisiasi Kristiani. Sakramen ini diberikan dengan cara mengurapi penerimanya dengan Krisma, minyak yang telah dicampur sejenis balsam, yang memberinya aroma khas, disertai doa khusus yang menunjukkan bahwa, baik dalam variasi Barat maupun Timurnya, karunia Roh Kudus menandai si penerima seperti sebuah meterai. Melalui sakramen ini, rahmat yang diberikan dalam pembaptisan "diperkuat dan diperdalam" (KGK 1303). Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Pelayan sakramen ini adalah seorang uskup yang ditahbiskan secara sah; jika seorang imam (presbiter) melayankan sakramen ini — sebagaimana yang biasa dilakukan dalam Gereja-Gereja Timur dan dalam keadaan-keadaan istimewa (seperti pembabtisan orang dewasa atau seorang anak kecil yang sekarat) dalam Gereja Ritus-Latin (KGK 1312–1313) — hubungan dengan jenjang imamat di atasnya ditunjukkan oleh minyak (dikenal dengan nama krisma atau myron) yang telah diberkati oleh uskup dalam perayaan Kamis Putih atau pada hari yang dekat dengan hari itu. Di Timur sakramen ini dilayankan segera sesudah pembaptisan. Di Barat, di mana administrasi biasanya dikhususkan bagi orang-orang yang sudah dapat memahami arti pentingnya, sakramen ini ditunda sampai si penerima mencapai usia awal kedewasaan; biasanya setelah yang bersangkutan diperbolehkan menerima sakramen Ekaristi, sakramen ketiga dari inisiasi Kristiani. Kian lama kian dipulihkan urut-urutan tradisional sakramen-sakramen inisiasi ini, yakni diawali dengan pembaptisan, kemudian penguatan, barulah Ekaristi.

Ekaristi
Ekaristi adalah sakramen (yang ketiga dalam inisiasi Kristiani) yang dengannya umat Katolik mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus Kristus serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya. Aspek pertama dari sakramen ini (yakni mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus Kristus) disebut pula Komuni Suci. Roti (yang harus terbuat dari gandum, dan yang tidak diberi ragi dalam ritus Latin, Armenia dan Ethiopia, namun diberi ragi dalam kebanyakan Ritus Timur) dan anggur (yang harus terbuat dari buah anggur) yang digunakan dalam ritus Ekaristi, dalam iman Katolik, ditransformasi dalam segala hal kecuali wujudnya yang kelihatan menjadi Tubuh dan Darah Kristus, perubahan ini disebut transubstansiasi. Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Diakon serta imam biasanya adalah pelayan Komuni Suci, umat awam dapat diberi wewenang dalam lingkup terbatas sebagai pelayan luar biasa Komuni Suci. Ekaristi dipandang sebagai "sumber dan puncak" kehidupan Kristiani, tindakan pengudusan yang paling istimewa oleh Allah terhadap umat beriman dan tindakan penyembahan yang paling istimewa oleh umat beriman terhadap Allah, serta sebagai suatu titik dimana umat beriman terhubung dengan liturgi di surga. Betapa pentingnya sakramen ini sehingga partisipasi dalam perayaan Ekaristi (Misa) dipandang sebagai kewajiban pada setiap hari Minggu dan hari raya khusus, serta dianjurkan untuk hari-hari lainnya. Dianjurkan pula bagi umat yang berpartisipasi dalam Misa untuk, dalam kondisi rohani yang layak, menerima Komuni Suci. Menerima Komuni Suci dipandang sebagai kewajiban sekurang-kurangnya setahun sekali selama masa Paskah.

Rekonsiliasi
Sakramen rekonsiliasi adalah yang pertama dari kedua sakramen penyembuhan, dan juga disebut Sakramen Pengakuan Dosa, Sakramen Tobat, dan Sakramen Pengampunan(KGK 1423–1424). Sakramen ini adalah sakramen penyembuhan rohani dari seseorang yang telah dibaptis yang terjauhkan dari Allah karena telah berbuat dosa. Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam (boleh saja secara spirutual akan bermanfaat bagi seseorang untuk mengaku dosa kepada yang lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk melayankan sakramen ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan.
"Banyak dosa yang merugikan sesama. Seseorang harus melakukan melakukan apa yang mungkin dilakukannya guna memperbaiki kerusakan yang telah terjadi (misalnya, mengembalikan barang yang telah dicuri, memulihkan nama baik seseorang yang telah difitnah, memberi ganti rugi kepada pihak yang telah dirugikan). Keadilan yang sederhana pun menuntut yang sama. Akan tetapi dosa juga merusak dan melemahkan si pendosa sendiri, serta hubungannya dengan Allah dan sesama. Si pendosa yang bangkit dari dosa tetap harus memulihkan sepenuhnya kesehatan rohaninya dengan melakukan lagi sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya: dia harus 'melakukan silih bagi' atau 'memperbaiki kerusakan akibat' dosa-dosanya. Penyilihan ini juga disebut 'penitensi'" (KGK 1459). Pada awal abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat berat dan umumnya mendahului absolusi, namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu tugas sederhana yang harus dilaksanakan oleh si peniten, untuk melakukan beberapa perbaikan dan sebagai suatu sarana pengobatan untuk menghadapi pencobaan selanjutnya.
Imam yang bersangkutan terikat oleh "meterai pengakuan dosa", yang tak boleh dirusak. "Oleh karena itu, benar-benar salah bila seorang konfesor (pendengar pengakuan) dengan cara apapun mengkhianati peniten, untuk alasan apapun, baik dengan perkataan maupun dengan jalan lain" (kanon 983 dalam Hukum Kanonik). Seorang konfesor yang secara langsung merusak meterai sakramental tersebut otomatis dikenai ekskomunikasi (hukuman pengucilan) yang hanya dapat dicabut oleh Tahta Suci (kanon 1388).

Pengurapan Orang Sakit
Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang kedua. Dalam sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit dengan minyak yang khusus diberkati untuk upacara ini. "Pengurapan orang sakit dapat dilayankan bagi setiap umat beriman yang, karena telah mencapai penggunaan akal budi, mulai berada dalam bahaya yang disebabkan sakit atau usia lanjut" (kanon 1004; KGK 1514). Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.
Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai "Pengurapan Terakhir", yang dilayankan sebagai salah satu dari "Ritus-Ritus Terakhir". "Ritus-Ritus Terakhir" yang lain adalah pengakuan dosa (jika orang yang sekarat tersebut secara fisik tidak memungkinkan untuk mengakui dosanya, maka minimal diberikan absolusi, yang tergantung pada ada atau tidaknya penyesalan si sakit atas dosa-dosanya), dan [[Ekaristi[[, yang bilamana dilayankan kepada orang yang sekarat dikenal dengan sebutan "Viaticum", sebuah kata yang arti aslinya dalam bahasa Latin adalah "bekal perjalanan".



Imamat( Tahbisan)
Imamat adalah sakramen yang dengannya seseorang dijadikan uskup, imam. sehingga penerima sakramen ini dibaktikan sebagai citra Kristus. Hanya uskup yang boleh melayankan sakramen ini.
Pentahbisan seseorang menjadi uskup menganugerahkan kegenapan sakramen Imamat baginya, menjadikannya anggota badan penerus (pengganti) para rasul, dan memberi dia misi untuk mengajar, menguduskan, dan menuntun, disertai kepedulian dari semua Gereja.
Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi.
Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan, khususnya pada Kegiatan Gereja dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan firman Allah.
Orang-orang yang berkeinginan menajdi imam dituntut oleh Hukum Kanonik (Kanon 1032 dalam Kitab Hukum Kanonik) untuk menjalani suatu program seminari yang selain berisi studi filsafat dan teologi sampai lulus, juga mencakup suatu program formasi yang meliputi pengarahan rohani, berbagai retreat, pengalaman apostolat (semacam Kuliah Kerja Nyata), dst. Proses pendidikan sebagai persiapan untuk pentahbisan sebagai diakon permanen diatur oleh Konferensi Wali Gereja terkait.



Pernikahan
Pernikahan atau Perkawinan, seperti Imamat, adalah suatu sakramen yang mengkonsekrasi penerimanya guna suatu misi khusus dalam pembangunan Gereja, serta menganugerahkan rahmat demi perampungan misi tersebut. Sakramen ini, yang dipandang sebagai suatu tanda cinta-kasih yang menyatukan Kristus dengan Gereja, menetapkan di antara kedua pasangan suatu ikatan yang bersifat permanen dan eksklusif, yang dimeteraikan oleh Allah. Dengan demikian, suatu pernikahan antara seorang pria yang sudah dibaptis dan seorang wanita yang sudah dibaptis, yang dimasuki secara sah dan telah disempurnakan dengan persetubuhan, tidak dapat diceraikan.
Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan yang bersangkutan rahmat yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam kehidupan perkawinan mereka serta untuk menghasilkan dan mengasuh anak-anak mereka dengan penuh tanggung jawab. Sakramen ini dirayakan secara terbuka di hadapan imam (atau saksi lain yang ditunjuk oleh Gereja) serta saksi-saksi lainnya, meskipun dalam tradisi teologis Gereja Latin yang melayankan sakramen ini adalah kedua pasangan yang bersangkutan.
Demi kesahan suatu pernikahan, seorang pria dan seorang wanita harus mengutarakan niat dan persetujuan-bebas (persetujuan tanpa paksaan) masing-masing untuk saling memberi diri seutuhnya, tanpa memperkecualikan apapun dari hak-milik esensial dan maksud-maksud perkawinan. Jika salah satu dari keduanya adalah seorang Kristen non-Katolik, maka pernikahan mereka hanya dinyatakan sah jika telah memperoleh izin dari pihak berwenang terkait dalam Gereja Katolik. Jika salah satu dari keduanya adalah seorang non-Kristen (dalam arti belum dibaptis), maka diperlukan izin dari pihak berwenang terkait demi sahnya pernikahan.



Para Pelayan-Sakramen Biasa dan Luar Biasa
Para Pelayan Sakramen dalam Gereja Katolik
Sakramen Pelayan Biasa Pelayan Luar Biasa
Pembaptisan
uskup, imam atau diakon; tetapi biasanya dikhususkan bagi imam paroki setempat umat awam yang didelegasikan oleh uskup, atau siapapun dalam keadaan darurat
Penguatan
uskup, vikaris jendral (vikjen) atau (dalam Gereja Katolik Ritus Timur) imam (dalam Gereja Barat) imam yang diberikan wewenang oleh hukum Gereja atau izin khusus
Ekaristi
uskup atau imam tidak ada
Ekaristi (pembagian) – Komuni Suci uskup, imam, atau diakon akolit yang diberi wewenang (jika klerus tidak mencukupi)
umat awam (jika klerus atau akolit tidak mencukupi)
Ekaristi (pengunjukan) uskup, imam, atau diakon pelayan luar biasa Komuni Suci atau orang lain yang ditunjuk oleh pejabat gereja lokal
Rekonsiliasi
uskup atau imam tidak ada
Pengurapan orang sakit
uskup atau imam tidak ada
Imamat
Uskup (untuk alasan keabsahan, sekurang-kurangnya harus ada tiga orang uskup dalam suatu pentahbisan uskup) tidak ada
Pernikahan
suami dan isteri (tradisi Barat); imam yang bertugas (tradisi Timur) tidak ada




Kemudian ajaran dasar yang lain adalah ajaran tentang paham “Kuasa Mengajar Gereja” yaitu hak otoritas menafsirkan Alkitab oleh gereja yang dilakukan oleh mahkamah agung, Gereja yang utama adalah gereja yang ada di Vatikan sebagai sentra agama Kristen Katolik. Kemudian paham tentang kuasa mengajar ini menimbulkan paham bahwa Paus tidak sesat (infiibitasi). Ajaran tentang infiibitasi Paus, menyatakan bahwa jika Paus secara resmi berbicara mengenai masalah iman dan moral, Tuhan melindunginya dari kemungkinan keliru.[8]

D. Sejarah Dan Perkembangan Di Indonesia
Umat Katolik Perintis di Indonesia: 645 - 1500
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto. Untuk mengerti fakta ini perlulah penelitian dan rentetan berita dan kesaksian yang tersebar dalam jangka waktu dan tempat yang lebih luas. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno karangan seorang ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku "Daftar berita-berita tentang Gereja-gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya". yang memuat berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia, Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia.
Dengan terus dilakukan penyelidikan berita dari Abu Salih al-Armini kita dapat mengambil kesimpulan kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia. Di Barus juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda Perawan Murni Maria (Gereja Katolik Indonesia seri 1)



PADA ABAD 14 - SEKARANG
Sejarah Gereja Katolik di Indonesia berawal dari kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan Maluku. Orang pertama yang menjadi Katolik adalah orang Maluku, Kolano (kepala kampung) Mamuya (sekarang di Maluku Utara) yang dibaptis bersama seluruh warga kampungnya pada tahun 1534 setelah menerima pemberitaan Injil dari Gonzalo Veloso, seorang saudagar Portugis. Ketika itu para pelaut Portugis baru saja menemukan kepulauan rempah-rempah itu dan bersamaan dengan para pedagang dan serdadu-serdadu, para imam Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Salah satu pendatang di Indonesia itu adalah Santo Fransiskus Xaverius, yang pada tahun 1546 sampai 1547 datang mengunjungi pulau Ambon, Saparua dan Ternate. Ia juga membaptis beberSejak kedatangan dan kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia tahun 1619 - 1799, akhirnya mengambil alih kekuasaan politik di Indonesia, Gereja Katolik dilarang secara mutlak dan hanya bertahan di beberapa wilayah yang tidak termasuk VOC yaitu Flores dan Timor.
Para penguasa VOC beragama Protestan, maka mereka mengusir imam-imam Katolik yang berkebangsaan Portugis dan menggantikan mereka dengan pendeta-pendeta Protestan dari Belanda. Banyak umat Katolik yang kemudian diprotestankan saat itu, seperti yang terjadi dengan komunitas-komunitas Katolik di Amboina.
Imam-imam Katolik diancam hukuman mati, kalau ketahuan berkarya di wilayah kekuasaan VOC. Pada 1924, Pastor Egidius d'Abreu SJ dibunuh di Kastel Batavia pada zaman pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, karena mengajar agama dan merayakan Misa Kudus di penjara.
Pastor A. de Rhodes, seorang Yesuit Perancis, pencipta huruf abjad Vietnam, dijatuhi hukuman berupa menyaksikan pembakaran salibnya dan alat-alat ibadat Katolik lainnya di bawah tiang gantungan, tempat dua orang pencuri baru saja digantung, lalu Pastor A. de Rhodes diusir (1646).
Yoanes Kaspas Kratx, seorang Austria, terpaksa meninggalkan Batavia karena usahanya dipersulit oleh pejabat-pejabat VOC, akibat bantuan yang ia berikan kepada beberapa imam Katolik yang singgah di pelabuhan Batavia. Ia pindah ke Makau, masuk Serikat Jesus dan meninggal sebagai seorang martir di Vietnam pada 1737.
Pada akhir abad ke-18 Eropa Barat diliputi perang dahsyat antara Perancis dan Britania Raya bersama sekutunya masing-masing. Simpati orang Belanda terbagi, ada yang memihak Perancis dan sebagian lagi memihak Britania, sampai negeri Belanda kehilangan kedaulatannya. Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya, Lodewijk atau Louis Napoleon, seorang Katolik, menjadi raja Belanda. Pada tahun 1799 VOC bangkrut dan dinyatakan bubar.
Era Hindia-Belanda
Perubahan politik di Belanda, khususnya kenaikan tahta Raja Lodewijk, seorang Katolik, membawa pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui pemerintah. Pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja Katolik di Roma mendapat persetujuan Raja Louis Napoleon untuk mendirikan Prefektur Apostolik Hindia Belanda di Batavia (lihat: Sejarah Gereja Katedral Jakarta)
Pada tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr. Yang diangkat menjadi Prefek Apostolik pertama adalah Pastor J. Nelissen, Pr.
Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) berkuasa menggantikan VOC dengan pemerintah Hindia Belanda. Kebebasan beragama kemudian diberlakukan, walaupun agama Katolik saat itu agak dipersukar. Imam saat itu hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang yang hidup berjauhan satu sama lainnya. Akan tetapi pada tahun 1889, kondisi ini membaik, di mana ada 50 orang imam di Indonesia. Di daerah Yogyakarta, misi Katolik dilarang sampai tahun 1891.



Van Lith
Misi Katolik di daerah ini diawali oleh Pastor F. van Lith, SJ yang datang ke Muntilan pada tahun 1896. Pada awalnya usahanya tidak membuahkan hasil yang memuaskan, akan tetapi pada tahun 1904 tiba-tiba 4 orang kepala desa dari daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan mereka minta untuk diberi pelajaran agama. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1904, rombongan pertama orang Jawa berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air Semagung yang terletak di antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini sekarang menjadi tempat ziarah Sendangsono.
Romo van Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normaalschool di tahun 1900 dan Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) di tahun 1904. Pada tahun 1918 sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu Yayasan Kanisius. Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah bekas siswa Muntilan. Pada permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat.
Pada 1911 Van Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam calon generasi pertama dari tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1926 dan 1928, yaitu Romo F.X.Satiman, SJ, A. Djajasepoetra, SJ, dan Alb. Soegijapranata, SJ.

Era Perjuangan Kemerdekaan
Albertus Soegijapranata menjadi Uskup Indonesia yang pertama ditahbiskan pada tahun 1940.. Kardinal pertama di Indonesia adalah Justinus kardinal Darmojuwono diangkat pada tanggal 29 Juni 1967. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan gereja Katolik dunia. Uskup Indonesia mengambil bagian dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).
Tanggal 20 Desember 1948 Romo Sandjaja terbunuh bersama Frater Hermanus Bouwens, SJ di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan pasukan Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta dalam Agresi Militer Belanda II. Romo Sandjaja dikenal sebagai martir pribumi dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia.
Mgr. Soegijapranata bersama Uskup Willekens SJ menghadapi penguasa pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit St. Carolus dapat berjalan terus.
Banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional yang beragama Katolik, seperti Adisucipto, Agustinus (1947), Ignatius Slamet Riyadi (1945) dan Yos Sudarso (1961).

Era Kemerdekaan
Kardinal pertama di Indonesia adalah Justinus Kardinal Darmojuwono diangkat pada tanggal 29 Juni 1967. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan Gereja Katolik dunia. Uskup Indonesia mengambil bagian dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).
Paus Paulus VI berkunjung ke Indonesia pada 1970. Kemudian tahun 1989 Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya adalah Jakarta, Medan (Sumatra Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah dan DIY), Maumere (Flores) dan Dili (Timor Timur). Umat Katolik di Indonesia harus terus terbuka bagi tuntuan Allah dan menjadi “garam dunia”.


EVALUASI KRITIS

Agama katolik merupakan salah satu gerakan yang terdapat dalam agama Kristen atau Nasrani yang dibawa oleh Yesus, dan disebar luaskan oleh Paulus. Ia adalah seorang yahudi yang dahulunya pernah menganiaya orang Kristen, namun ia sadar dan merasa dimarahi yesus. Kemudian untuk membalas dosa-dosanya ia berusah menyebarkan agama Kristen keluar Nazaret.
Nama katolik sendiri dipergunakan untuk menyebut agama Kristen yang berpusat di Vatikan, Roma. Ketika dikaitkan dengan pembawa pertamanya, seolah-olah ajaran Katolik sudah terputus, karena Paulus tidak bertemu langsung dengan Yesus. Meskipun demikian, menurut kepercayaan mereka Paulus dalam membuat rumusan ajaran Kristen baik dalam teologi ataupun etika mendapat bimbingan langsung dari Allah dan Paulus adalah orang suci yang tidak mungkin salah.
Agama katolik mempunyai kepercayaan Monoteis yang konsepnya berbeda dengan agama monoteis lainnya. Yaitu konsep Trinitas, Tuhan memang Esa tetapi dia bisa menjadi Esa jika “Dia Bertiga”, dan tidak ada Tuhan yang Esa, kecuali di dalam dan melalui Trinitas. Tentu saja, Yudaisme dan Islam mengemukakan keberatan-keberatan terhadap doktrin Kristen. Namun, setidaknya kita sebagai umat yang masih mengakui adanya Tuhan tidak sepantasnya saling mengklaim yang paling benar. Karena kebenaran itu sifatnya relative dan kebenaran hanya hakiki hanya milik ilah semata. Serta pada dasarnya kita semua mengarah pada satu dzat yang Mutlak. Kemudian yang terpenting bagi warga Indonesia, dalam hal meyikapi keberagamaan adalah bagaimana kita dapat hidup berdampingan secara damai, rukun dan saling toleransi antar umat beragama tanpa adanya konflik apapun. Meskipun kita sebagai umat Muslim jika dilihat baik ajaran teologi maupun Historisnya yaitu masuk lewat ekspansi yang dilakukan oleh para penjajahan Barat, tetapi mengenai ajaran tentang kemanusiaan memiliki nilai-nilai filosofis yang sama.















BAB III
RANGKUMAN

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama
menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,
damai dan bermartabat. Menyadari peran agama amat penting bagi kehidupan umat
manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah
keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan
keluarga, di lembaga pendidikan formal maupun nonformal serta masyarakat.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta
peningkatan potensi spiritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral
sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup
pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan
individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut
pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia
yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan
berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama
lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional.
Dari pengalaman dapat dilihat bahwa apa yang diketahui (pengetahuan, ilmu) tidak
selalu membuat hidup seseorang sukses dan bermutu. Tetapi kemampuan, keuletan
dan kecekatan seseorang untuk mencernakan dan mengaplikasikan apa yang diketahui
dalam hidup nyata, akan membuat hidup seseorang sukses dan bermutu. Demikian
pula dalam kehidupan beragama. Orang tidak akan beriman dan diselamatkan oleh
apa yang ia ketahui tentang imannya, tetapi terlebih oleh pergumulannya bagaimana
ia menginterpretasikan dan mengaplikasikan pengetahuan imannya dalam hidup nyata
sehari-hari. Seorang beriman yang sejati seorang yang senantiasa berusaha untuk
melihat, menyadari dan menghayati kehadiran Allah dalam hidup nyatanya, dan
berusaha untuk melaksanakan kehendak Allah bagi dirinya dalam konteks hidup
nyatanya.
Oleh karena itu Pendidikan Agama Katolik di lingkungan keluarga,
dikehidupan sehari-hari atau masyarakat merupakan salah satu usaha untuk
memampukan manusia menjalani proses pemahaman, pergumulan dan
penghayatan iman dalam konteks hidup nyatanya. Dengan demikian proses ini
mengandung unsur pemahaman iman, pergumulan iman, penghayatan iman dan
hidup nyata. Proses semacam ini diharapkan semakin memperteguh dan
mendewasakan iman manusia.


DAFTAR PUSTAKA




Adeng Muchtar Ghazali, 2004, Agama Dan Keberagaman Dalam Konteks Perbandingan Agama, CV Pustaka Setia, Cet. I, Bandung
Bahri Ghazali, 2005, Agama Masyarakat Pengenalan Sejarah Agama-agama, Pustaka Fahima, Cet. I, Yogyakarta.
Djam’annuri, 2000, Agama Kita Persepektif Agama-Agama Sebuah Pengantar, Lesfi, Cet. I. Jogjakarta
Emile Durhem, 2003, Sejarah Agama,The Elementary Froms Of The Religious Lif e, Terj.Inyiak Ridwan Muzir, IRCiSoD, Cet. I. Yogyakarta
Hugh Goddard, 2000, Menepis Standar Ganda, Membangun Saling Pengertian Muslim-Kristen, terj. Ali Noer Zaman, Qalam, Yogyakarta
Huston Semit, 2004, Agama-Agama Manusia, Yayasan Obor Indonesia, Cet. VII, Jakarta
Agustin Adelbert, dkk., Gereja dan Kontekstualisasi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Cet. I, 1998),

Jumat, 07 Agustus 2009

CINTA

janganlah meyerah dalam mendapatkan cinta sejati

CINTA

janganlah meyerah dalam mendapatkan cinta sejati