Kamis, 22 April 2010

13
BAB III
BISNIS DAN ETIKA


1. Mitos Bisnis Amoral

Secara umum terdapat beberapa ungkapan tentang hubungan antara bisnis dan etika
yang menggambarkan sebagai dua hal yang terpisah satu sama lain, diantaranya :

Bisnis adalah bisnis. Bisnis jangan dicampuradukkan dengan etika.

Inilah ungkapan yang oleh De George disebut sebagai Mitos Bisnis Amoral.
Dalam Mitos Bisnis Amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan
moralitas atau etika tidak ada hubugan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut
dengan etika dan moralitas. Keduanya adalah dua bidang yang terpisah satu sama
lain. Karena itu bisnis tidak boleh dinilai dengan menggunakan norma dan nilai-nilai
etika. Bisnis dan etika adalah dua hal yang sangat berbeda dan tidak boleh
dicampuradukkan. Kalau itu dilakukan, telah terjadi sebuah kesalahan kategoris.
Bisnis hanya bisa dinilai dengan kategori dan norma-norma bisnis dan bukan dengan
kategori dan norma-norma etika.

Untuk memperlihatkan kebenaran mitos bisnis amoral tersebut, bisnis diibaratkan
sebagai permainan judi, yang dapat menghalalkan segala cara untuk menang, untuk
memperoleh keuntungan. Muncul beberapa argumen untuk memperlihatkan bahwa
antara bisnis dan etika tidak ada hubungan sama sekali.
Pertama, seperti halnya judi atau permainan pada umumnya, bisnis
adalah sebuah persaingan (yang mengutamakan kepentingan pribadi). Sebagai
sebuah bentuk persaingan semua orang yang terlibat di dalamnya selalu
berusaha dengan segala macam cara dan upaya untuk bisa menang.
Kedua, aturan yang dipakai dalam permaina penuh persaingan itu
berbeda dari aturan yang ada dan dikenal dalam kehidupan sosial pada
umumnya. Demikian pula, aturan bisnis jelas berbeda dari aturan sosial dan
moral pada umumnya, karena itu, bisnis tidak bisa dinilai dengan aturan moral
dan sosial sebagaimana yang kita temukan dalam kehidupan sosial pada
umumnya.

Namun selain dari pandagan diatas terdapat beberapa pandangan yang
memperlihatkan bahwa mitos bisnis amoral sesungguhnya tidak sepenuhnya benar.

Pertama, bisnis memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudah
dianggap sebagai semacam judi atau permainan penuh persaingan yang ketat.
Tidak ada yang membantah itu. Namun tidak sepenuhnya seratus persen sama
dengan judi atau permainan.
Memang seperti halnya dalam bisnis orang dituntut untuk berani bertaruh, berani
mengambil resiko, berani spekulasi dan berani mengambil langkah atau strategi
tertentu untuk bisa berhasil.

Cara dan strategi itu harus diperhitungkan dengan matang, sehingga tidak
sampai merugikan orang atau pihak lain dan agar pada akhirnya juga tidak
sampai merugikan dirinya sendiri. Maka, dalam bisnis orang bisnis tidak sekedar
main-main. Kalaupun itu adalah permainan, ini sebuah permainan penuh
perhitungan.

Kedua, tidak sepenuhnya benar bahwa sebagai sebuah permainan (judi),
dunia bisnis mempunyai aturan main sendiri yang berbeda sama sekali dari
aturan yang berlaku dalam kehidupan sosial pada umumnya.


ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010




14
Bisnis dilakukan diantara manusia yang satu dengan manusia lainnya,
sehingga norma atau nilai yang diaggap baik dan berlaku dalam kehidupan pada
umumnya, mau tidak mau juga ikut serta dalam kegiatan dan kehidupan bisnis
seorang pelaku bisnis sebagai manusia.

Dalam iklim bisnis dewasa ini menuntut para pelaku bisnis untuk mampu
mengelola bisnisnya dalam relasi sosial yang tanggap terhadap kebutuhan dan
harapan masyarakat. Ada kesadaran yang semakin kental bahwa kalau mau
berhasil dalam bisnis, orang bsinis harus tanggap terhadap kebutuhan dan
harapan masyarak at, termasuk harapan agar bisnis dijalankan secara baik, agar
kepentingan masyarakat tidak dirugikan.

Ketiga, harus dibedakan antara legalitas dan moralitas. Suatu praktek atau
kegiatan mungkin saja dibenarkan dan diterima secara legal karena ada dasar
hukumnya. Monopoli yang didukung kebijakan pemerintah adalah contoh yang
tepat. Namun tidak dengan sendirinya benar bahwa praktek ini dibenarkan dan
diterima secara moral. Legalitas dan moralitas berkaitan satu sama lain tapi tidak
identik. Maka kendati praktek monopoli adalah praktek yang secara legal
diterima dan dibenarkan, secara moral praktek ini harus ditentang dan dikutuk
oleh masyarakat sebagai praktek yang tidak adil, tidak fair dan tidak etis terlepas
dari apakah praktek itu didasarkan pada aturan hukum bisnis atau tidak.

Keempat, etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Dalam ilmu empiris,
suatu gejala atau fakta yang berulang terus da terjadi dimana-mana menjadi
alasan yang sah bagi kita untuk menarik sebuah teori atau hukum ilmiah yang
sah dan berlaku universal. Etika tidak mendasarkan norma atau prinsipnya pada
kenyataan faktual yang terus berulang.

Hume mengatakan, dari kenyataan yang ada (is) kita tidak bisa menarik
sebuah perintah normatif (ought).

Dari kenyataan adanya sogok, suap-menyuap, kolusi, monopoli, nepotisme yang
terjadi berulang kali dan bisa ditemukan dimana-mana dalam praktek bisnis kita,
tidak dengan sendirinya lalu didimpulkan secara sah bahwa semua praktekini
adalah praktek yang normatif dan semua pelaku bisnis tidak mengenal etika.

Kelima, pemberitaan, surat kabar dan berbagai aksi protes yang terjadi di
mana-mana untuk mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis, atau
mengecam berbagai kegatan bisnis yang tidak baik, menunjukkan bahwa masih
banyak orang dan kelompok masyarakat menghendaki agar bisnis dijalankan
secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral. Gerakan dan aksi
protes seperti lingkungan hidup, konsumen, buruh, wanita dan semacamnya
dengan jelas menunjukkan bahwa masyarak at tetap mengharapkan agar bisnis
dijalankan secara baik dan etis dengan memperhatikan masalah lingkungan
hidup, hak konsumen, hak buruh, hak wanita dan seterusnya.


2. Keuntungan dan Etika

Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan. Atau keuntungan adalah hal pokok
bagi kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya,
sebagaimana dianut pandangan bisnis yang ideal. Dari sudut pandang etika,
keuntungan bukanlah hal yang buruk.

Bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena,
- Pertama, keuntungan memungkinkan suatu perusahaan bertahan dalam
kegiatan bisnisnya,


ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010




15
- Kedua, tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia
menanamkan modalnya dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas
ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang menjamin
kemakmuran nasional,
- Ketiga, keuntungan memungkinkan perusahaan tidak hanya bertahan melainkan
juga dapat mengembangkan tersu usahanya dan berarti membuka lapangan
kerja bagi banyak orang lainnya, dan dengan demikian memajukan ekonomi
nasional.

Terdapat beberapa argumen yang menunjukkan bahwa demi memperoleh keuntungan
etika sangat dibutuhkan, sangat relevan, dan mempunyai tempat yang sangat strategis
dalam bisnis dewasa ini, yaitu
- Dalam bisnis modern para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang
profesional dibidangnya. Mereka dituntut mempunyai keahlian dan ketrampilan
bisnis yang melebihi kemampuan yang dimiliki orang lain. Hanya orang
profesional yang akan menang dan berhasil dalam bisnis yang penuh persaingan
ketat. Bahkan kini perusahaan yang unggul bukan hanya perusahaan yang
mempunyai kinerja bisnis manajerial finansial yang baik, melainkan juga
perusahaan yang mempunyai kinerja etis, etos bisnis yang baik.
-
Perusahaan yang melayani kepentingan semua pihak yang berbisnis dengannya,
perusahaan yang mampu mempertahankan mutu, yang mampu memenuhi
permintaan pasar (konsumen) dengan tingkat harga, mutu dan waktu yang tepat
akan menang.
- Dalam persaingan bisnis yang ketat para pelku bisis modern sangat sadar
konsumen adalah benar-benar raja.

Karenanya, yang paling penting untuk bisa untung dan bertahan dalam pasar
penuh persaingan adalah sejauh mana suatu perusahaan bisa merebut dan
mempertahankan kepercayaan konsumen. Termasuk didalamnya adalah
pelayanan, tanggap terhadap keluhan konsumen, hormat terhadap hak dan
kepentingan konsumen, menawarkan barang dan jasa dengan mutu yang baik
dan harga sebanding, tidak menipu konsumen dengan iklan yang bombastis, dan
seterusnya.
- Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral tak
berpihak tetapi efektif menjaga agar kepentingan dan hak semua pihak dijamin
para pelaku bisnis berusaha sebisa mungkin untuk menghindari campur tangan
pemerintah, yang baginya akan sangat merugikan kelangsungan bisnisnya.
- Perusahaan-perusahaan modern juga semakin menyadari bahwa karyawan
bukanlah tenaga yang siap untuk diekspoitasi demi mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya. Justru sebaliknya, karyawan semakin dianggap sebagai subjek
utama dari bisnis suatu perusahaan yang sangat menentukan berhasil tidaknya,
bertahan tidaknya perusahaan tersebut. Dalam bisnis yang penuh persaingan
ketat, kary awan adalah orang-orang profesional yang sangat tidak mudah
digantikan.

Karena mengganti seorang tenaga profesional akan sangat merugikan
baik dari segi finansial, waktu, energi, irama kerja perusahaan, team
work, momentum, dan seterusnya.
Dalam hal ini termasuk memberikan gaji yang baik, penghargaan yang baik,
sikap yang baik,suasana kerja yang baik, perlakuan yang adil dan fair kepada
semua karyawan atas dasar-dasar yang rasional dan objektif, perlakuan yang
manusiawi, jaminan terhadap hak-hak karyawan, dan sebagainya.

Berdasarkan berberapa argumen diatas terlihat jelas bahwa mitos bisnis amoral adalah
mitos yang tidak benar. Anggapan bahwa bisnis adalah kegiatan yang amoral, yaitu
kegiatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan moralitas adalah sama sekali tidak
benar. Justru sebaliknya, bisnis sangat berkaitan dengan etika bahkan sangat
mengandalkan etika agar bisnisnya bisa bertahan dalam jangka panjang.

ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010




16
Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale mengatakan ” Sebuah kode moral
yang kuat dalam suatu bisnis merupakan langkah pertama menuju
suksesnya. Kami yakin bahwa manajer yang etis adalah manajer pemenang ”


3. Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis

Terdapat 3 sasaran dan lingkup pokok etika bisnis, yaitu :

a. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan
masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis dengan tujuan
untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya secara baik
dan etis demi nilai-nilai luhur (kejujuran, tanggungjawab, pelayanan, hak dan
kepentingan orang lain, dan lain-lain).

b. Untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan,
dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak
dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun
juga.
c. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan
etis tidaknya suatu praktek bisnis, secara makro (mengenai monopoli,
oligopoli, kolusi, dan praktek-praktek semacamnya) yang akan sangat
mempengaruhi baik tidaknya praktek bisnis.
Dalam ruang lingkupnya, etika bisnis menekankan pentingnya kerangka legal-
politis bagi praktek bisnis yang baik, yaitu pentingnya hukum dan aturan bisnis
serta peran pemerintah yang efektif menjamin keberlakuan aturan bisnis
tersebut secara konsekuen tanpa pandang bulu.






















ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar