17
BAB IV
PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS
1. Prinsip Umum Etika Bisnis
Secara umum prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis sangat erat terkait
dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat.
a. Prinsip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan
dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan.
Dalam etika, kebebasan adalah prasyarat utama untuk manusia untuk
mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang
apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
Dalam etika, kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis.
Hanya karena seseorang mempunyai kebebasan, ia bisa dituntut untuk
bertindak secara etis.
Orang yang otonom adalah orang yang tahu akan tindakannya, bebas dalam
melakukan tindakannya, tetapi sekaligus juga bertanggungjawab atas
tindakannya.
Kesediaan bertanggung jawab oleh Magnis Suseno disebut sebagai kesedian
untuk mengambil titik pangkal moral. Artinya dengan sikap tersebut bisa
dimungkinkan proses pertimbangan moral. Tanpa kesediaan untuk
bertanggung jawab, prinsip etika lainnya menjadi tidak relevan.
b. Prinsip kejujuran
Terdapat mitos keliru bahwa bisnis adalah kegiatan tipi menipu demi meraup
keuntungan.
- Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
- Kejujuran juga relevan dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu
dan harga yang sebanding.
- Kejujuran juga relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu
perusahaan.
c. Prinsip keadilan
Prinsip ini menuntut agar dalam berbisnis semua pihak diperlakukan sesuai
dengan haknya masing-masing dan tidak ada yang akan dirugikan.
d. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principles)
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak. Dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini
menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win situation.
e. Prinsip integritas moral.
Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku atau
perusahaan agar dia perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama
baiknya atau nama baik perusahaannya.
Dari semua prinsip diatas, Adam Smith menganggap prinsip keadilan sebagai prinsip
paling pokok, khususnya prinsip keadilan komutatif berupa no harm. Dalam prinsip no
harm sudah dengan sendirinya terkandung prinsip kejujuran, saling menguntungkan,
otonomi (termasuk kebebasan dan tanggung jawab), dan integritas moral.
ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010
18
Orang yang jujur dengan sendirinya tidak akan merugikan orang lain, orang yang
saling menguntungkan dengan pihak lain tentu tidak akan merugikan pihak lain itu,
dan dengan demikian pula orang yang otonom dan bertanggung jawab tidak akan
mau merugikan orang lain tanpa alasan yang dapat diterima dan masuk akal. Jadi
prinsip no harm punya jangkauan yang sangat luas mencakup banyak prinsip etika
lainnya.
Sesungguhnya prinsip keadilan, khusunya no harm, merupakan rumusan lain dari The
Golden Rule (Kaidah Emas) yang klasik :
Perlakukan orang lain sebagaimana anda ingin diperlakukan, dan jangan
lakukan pada orang lain apa yang anda sendiri tidak ingin dilakukan pada
anda “.
Sebagai orang bisnis, karena anda sendiri ingin agar hak dan kepentingan anda
diperhatikan, maka hargai dan perhatikan juga hak dan kepentingan orang lain dalam
kegiatan bisnis apapun yang anda lakukan.
2. Etos Bisnis
Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut
kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke
generasi yang lain.
Inti etos bisnis adalah pembudayaa atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma
atau prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan
yang sekligus juga membedakannya dari perusahaan lain.
Wujudnya bisa dalam bentuk pengutamaan mutu, pelayanan, disiplin, kejujuran,
tanggung jawab, perlakuan yang fair tanpa diskriminasi, dan seterusnya.
Etos bisnis dibangun atas dasar visi atau filsafat bisnis pediri suatu perusahaan
sebagai penghayatan pribadi orang tersebut mengenai bisnis yang baik. Visi atau
filsafat bisnis ini sesungguhnya didasarkan pada nilai tertentu yang dianut oleh pendiri
perusahaan itu yang lalu dijadikan prinsip bisnisnya dan yang kemudian menjelma
menjadi sikap dan perilaku bisnis dalam kegiatan bsinisnya sehari-hari dan menjadi
dasar dari keberhasilannya. Maka terbangunlah sebuah budaya, sebuah etos, sebuah
kebiasaan yang ditanamkan kepada semua karyawan sejak diterima masuk dalam
perusahaan maupun terus menerus dalam seluruh evaluasi dan penyegaran selanjutnya
dalam perusahaan tersebut.
Biasanya etos bisnis ini direvisi, dikembangkan terus menerus sesuai dengan
perkembangan perusahaan dan juga perkembangan bisnis serta masyarakat. Dan yang
lebih mengalami perubahan adalah penerapan visi dan prinsip etis tadi dengan tuntutan
dan perkembangan perusahaan dan bisnis dalam masyarakat.
Dirumuskan secara lebih jelas, pada tingkat pertama dan nilai.
Nilai adalah apa yang diyakini sebagai hal yang paling mendasar dalam hidup ini dan
menyangkut kondisi yang didambak an dan paling penting bagi seseorang atau
kelompok orang dan sekaligus paling menentukan dalam hidup atau kelompok
orang itu. Nilai kemudian menjelma menjadi prinsip hidup. Nilai dan prinsip ini lalu
menentukan sikap seseorang atau kelompok orang. Sikap disini tidak lain adalah
kecenderungan seseorang untuk bertindak secara tertentu berdasarkan dan sesuai
dengan nilai yang dianutnya. Sikap kemudian menentukan perilaku yang merupakan
penghayatan konkret akan nilai dan prinsip dalam hidup sehari-hari.
ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010
19
3. Relativitas Moral dalam Bisnis
Dalam dunia bisnis global yang ketat tanpa mengenal adanya perlindungan dan
dukungan politik tertentu, semua perusahaan bisnis mau tidak mau bersaing
berdasarkan prinsip etika tertentu. Persoalannya, De George , mengemukakan ”
etika siapa ? ”. Terutama berlaku didalam bisis global yang tidak mengenal batas
negara.
Menurut De George kita harus melihat 3 pandangan umum yang dianut, yaitu :
- Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.
Artinya dimana saja suatu perusahaan beroperasi, ikuti norma da aturan moral
yang berlaku dalam negara tersebut.
- Norma sendirilah yang paling benar dan tepat.
Bertindaklah di mana saja sesuai dengan prinsip yang dianut dan berlaku di
negaramu sendiri.
- Pandangan immoralis naif yang mengatakan bahwa tidak ada norma moral yag
perlu diikuti sama sekali. (pandangan tidak benar).
4. Pendekatan Stakeholder
Merupakan sebuah pendekatan baru yang bayak digunakan khusunya dalam etika
bisnis belakangan ini, dengan mencoba mengintegrasikan kepentingan bisnis di satu
pihak dan tuntutan etika di pihak lain.
Pendekatan stakeholder adalah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis
bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan tindakan
bisnis.
Pendekatan ini terutama memetakan hubungan-hubungan yang terjalin dalam kegiatan
bisnis yang pada umumnya memperlihatkan siapa saja yang punya kepentingan,
terkait, dan terlibat dalam kegiatan bisnis pada umumnya.
Tujuannya bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua
pihak terkait yang berkepentingan (stakeholder) dengan suatu kegiatan bisnis dijamin,
diperhatikan dan dihargai.
Dasar pemikirannya adalah bahwa semua pihak yang punya kepentingan dalam suatu
kegiatan bisnis terlibat didalamnya karena ingin memperoleh keuntungan, maka hak
dan kepentingan mereka harus diperhatikan dan dijamin. Pendekatan stakeholder ini
pada akhirnya bermuara pada prinsip minimal yakni tidak merugikan hak dan
kepentingan pihak berkepentingan lainnya dalam suatu kegiatan bisnis. Hal ini berarti
menuntut agar bisnis apa pun perlu dijalankan secara baik dan etis justru demi
menjamin kepentingan semua pihak yang terkait dalam bisnis tersebut.
Terdapat 2 kelompok stakeholder, yaitu : kelompok primer dan kelompok
sekunder.
Kelompok primer terdiri dari pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan,
pemasok, konsumen, penyalur, pesaing dan rekanan.
Kelompok ini penting karena hidup matinya, berhasil tidaknya suatu perusahaan sangat
ditentukan oleh relasi yang saling menguntungkan yang dijalin oleh kelompok primer
tersebut.
Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat, pemerintah asing,
kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya, dan
masyarakat setempat.
Kelompok inipun sangat penting dalam situasi tertentu. Misalnya kelompok sosial LSM
dibidang lingkungan hidup, kehutanan maupun hak masyarakat lokal yang dapat sangat
merepotkan bisnis suatu perusahaan.
ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010
20
Ketika suatu perusahaan beroperasi tanpa memperdulikan kesejahteraan, nilai
budaya, sarana sosial dan prasarana lokal, lapangan kerja setempat, dan seterusnya,
akan menimbulkan suasana sosial yang sangat tidak kondusif dan tidak stabil bagi
kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.
Relasi antara suatu perusahaan dan kedua kelompok stakeholder tersebur dapat
digambarkan sebagai berikut :
Pemerintah
Asing
Media
Pemerintah
Pekerja Pemilik
Massa
Setempat
Penyalur
Pemegang
Saham
PERUSAHAAN
Kreditor
Rekan
Bisnis
Konsumen Pemasok
Aktivitas
Masyarakat
Sosial
Setempat
Kelompok
Pendukung
ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010
Kamis, 22 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar