Kamis, 22 April 2010

27
BAB VI
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

1. Syarat bagi tanggung jawab moral

Ada tiga syarat penting bagi tanggung jawab moral, yaitu :
a. Pertama, tanggung jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan
sadar dan tahu. Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia
bertindak dengan sadar dan tahu mengenai tindakannya itu serta konsekuensi dari
tindakannya. Hanya kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tahu, baru
relevan bagi kita untuk menuntut tanggung jawab dan pertanggung jawaban
moral atas tindakanny a itu.
b. Kedua, tanggung jawab juga mengandaikan adaya kebebasan pada tempat
pertama. Artinya, tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari
seseorang atas tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukan secara bebas. Orang
yang melakukan tindakan itu secara bebas dan suka rela melakukan tindakan itu.
Jadi, kalau seseorang terpaksa atau dipaksa melakukan suatu tindakan, secara
moral ia tidak bisa dituntut bertanggungjawab atas tindakan itu.
c. Ketiga, tanggung jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan
tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan
bersedia melakukan tindakan itu. Syarat ini terutama relevan dalam kaitan dengan
syarat kedua diatas. Bila seseorang berada dalam situasi tertetu sedemikian rupa
seakan-akan ia terpaksa melakukan suatu tindakan, dimana hanya ada satu pilihan
atau alternatif dan terlihat seakan-akan dia hanya bisa memilih alternatif itu.
Bahkan dia tidak bisa tidak memilih alternatif tersebut. Seakan-akan orang ini
memang terpaksa. Menurut syarat kedua, dia tidak bisa bertanggung jawab atas
pilihannya karena tidak bisa lain Karenanya, tidak relevan untuk menuntut
pertanggungjawaban dari orang ini.

Namun ia masih tetap bisa dituntut untuk bertanggung jawab atas
tindakannya itu, jika ia sendiri mau (apalagi dengan sadar dan bebas) memilih
alternatif yang hanya satu itu dan tidak bisa dielakkan itu.
Sehubungan dengan tanggung jawab moral, berlaku prinsip yang disebut the
principle of alternate possibilities. Menurut prinsip ini, seseorang bertanggung
jawab secara moral atas tindakan yang telah dilakukannya hanya kalau ia bisa
bertindak secara lain. Artinya, hanya kalau masih ada alternatif baginya untuk
bertindak secara cara lain, yang tidak lain ia tidak dalam keadaan terpaksa
melakukan tindakan itu.
Menurut Harry Frankfurt, prinsip ini tidak sepenuhnya benar. Sebab,
seseorang masih bisa tetap bertanggung jawab atas tindakannya kalaupun ia tidak
punya kemungkinan lain untuk bertindak secara lain.


Prinsip yang benar baginya bahwa seseorang tidak bertanggung jawab secara
moral atas tindakan yang telah dilakukannya kalau ia melakukannya hanya karena
ia tidak bisa bertindak secara lain. Dan tidak ada alasan lain selain terpaksa.

Kesimpulannya, bahwa hanya orang yang berakal budi dan punya kemauan bebas
yang bisa bertanggung jawab atas tindakannya, dan karena itu relevan untuk
menuntut pertanggungjawaban moral darinya. Atau hanya orang yang telah
menggunakan akal budinya secara normal dan punya kemauan bebas yang
sepenuhnya bearada dalam kendalinya dapat bertangungjawab secara moral atas
tindakannya.




ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010




28
2. Status Perusahaan
Perusahaan adalah sebuah badan hukum. Artinya, perusahaan dibentuk
berdasarkan hukum tertentu dan disahkan dengan hukum atau aturan legal tertentu.
Karenanya, keberadaannya dijamin dan sah menurut hukum tertetu. Yang berarti
perusahaan adalah bentukan manusia, yang eksistensinya diikat berdasarkan aturan
hukum yang sah.
Sebagai badan hukum, perusahaan mempunyai hak-hak legal tertentu
sebagaimana dimiliki oleh manusia. Misalnya, hak milik, hak paten, hak atas merek
tertentu, dan sebagainya. Sejalan dengan itu, perusahaan juga mempunyai kewajiban
legal untuk menghormati hak legal perusahaan lain, tidak boleh merampas hak
perusahaan lain.
De George secara khusus membedakan dua macam pandangan mengenai status
perusahaan :
• Legal creator , yang melihat perusahaan sebagai sepenuhnya ciptaa hukum,
dan karena itu ada hanya berdasarkan hukum. Perusahaan diciptakan oleh
negara dan tidak mungkin ada tanpa negara. Negara dan hukum sendiri adalah
ciptaan masyarak at, maka perusahaan juga dalah ciptaan masyarakat.
Perusahaan diciptakan oleh masyarakat demi kepentingan masyarakat. Maka,
kalau perusahaan tidak lagi berguna bagi masyarakat, masyarakat bisa saja
mengubah atau meniadakannya.
• Legal recognition, yang tidak memusatkan perhatian pada status legal
perusahaan melainkan pada perusahaan sebagai suatu usaha bebas dan
produktif. Menurut pandangan ini, perusahaan terbentuk oleh orang atau
kelompok orang tertentu untuk melakukan kegiatan tertentu dengan cara
tertentu secara bebas demi kepentingan orang atau orang-orang tadi.
Perusahaan tidak dibentuk oleh negara, melainkan negara hanya
mendaftarkan, mengakui, dan mensahkan perusahaan itu berdasarkan hukum
tertentu. Ini juga menunjukkan bahwa perusahaan bukan organisasi bentukan
masyarakat.

Menurut pandangan kedua, perusahaan bukan bentukan negara atau
masyarakat, maka perusahaan menetapkan sendiri tujuannya dan beroperasi
sedemikian rupa untuk mencapai tujuannya itu.

Karena perusahaan dibentuk untuk mencapai kepentingan para pendirinya,
maka dalam aktivitasnya perusahaan memang melayani masyarakat, tapi
bukan itu tujuan utamanya. Pelayanan masyarakat hanyalah sarana untuk
mencapai tujuannya : mencari keuntungan.

Berdasarkan pemahaman mengenai status perusahaan diatas, dapat
disimpulkan bahwa perusahaan memang punya tanggung jawab, tetapi hanya
terbatas pada tanggung jawab legal, yaitu tanggung jawab memenuhi aturan
hukum yang ada. Karena perusahaan memang dibangun atas dasar hukum
untuk kepentingan pendiri dan bukan untuk pertama-tama melayani
masyarakat.

Juga berdasarkan pemahaman mengenai status perusahaan diatas, jelas
bahwa perusahaan tidak punya tanggung jawab moral dan sosial, hal ini
dikarenakan :
Perusahaan bukanlah moral person yang punya akal budi dan
kemauan bebas dalam bertindak.
Dalam kaitan dengan legal recognition, perusahaan dibangun oleh
orang atau kelompok orang tertentu untuk kepentingannya dan bukan
untuuk melayani masyarakat. Karenanya itu, secara mendasar
perusahaan tidak punya tanggung jawab moral dan sosial.

Dalam kerangka pemikiran bahwa tanggung jawab hanya bisa dituntut dari
pelaku yang tahu, bebas dan mau, Milton Friedman dengan tegas mengatakan
bahwa hanya manusia yang mempunyai tanggung jawab (moral).
ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010




29
Namun lebih dari itu, tidak sepenuhnya benar kalau dikatakan bahwa
perusahaan hanyalah badan hukum dan bukan pribadi moral, karena
perusahaan terdiri dari manusia. Bukanlah sebuah benda mati, bukan pula
binatang aneh, melainkan lembaga atau organisasi manusia yang kegiatannya
direncanakan, diputuskan, dan dijalankan oleh manusia. Karenanya, dalam
berbicara mengenai perusahaan dan aktivitasnya, yang terbayangkan adalah
manusia dengan aktivitasnya. Ada sekelompok orang-orang y ang dianggap
sebagai tokoh kunci yang akan mempertimbangkan dan memutuskan segala
kegiatan suatu perusahaan berdasarkan apa yang dianggap paling tepat dan
benar dari segala aspek : bisnis, keuntungan (jangka pendek dan jangka
panjang.

Dalam arti tertentu tanggung jawab legal tidak bisa dipisahkan dari tanggung
jawab moral. Karenanya, bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab legal,
menyiratkan bahwa dengan demikian perusahaanpun punya tanggung jawab
moral karena tanggung jawab legal hanya mungkin dijalankan secara serius
kalau ada sikap moral untuk bertanggung jawab. Tanpa sikap moral, berupa
kesediaan untuk menerima tanggung jawab itu, tanggung jawab legal tidak
punya makna apapun.

Pada tingkat operasional, tanggung jawab sosial dan moral ini diwakili secara
formal oleh staf manajemen.

Karena seluruh keputusan dan kegiatan bisnis perusahaan ada ditangan para
manajer, maka pada tempatnya tanggung jawab sosial dan moral perusahaan
juga dipikul mereka. Hal ini dikarenakan mereka telah menerima kepercayaan
untuk menjalankan perusahaan itu, maka mereka jugalah yang memikul
tanggung jawab sosial dan moral perusahaan itu. Juga seluruh karyawan,
dengan satu dan lain cara, dengan tingkat dan kadar yang beragam, memikul
tanggung jawab social dan moral atas nama perusahaan mereka. Melalui
karyawan-karyawan inilah tanggung jawab social dan moral perusahaan
menemukan bentuk dan manifestasinya yang paling konkret dan transparan.
Melalui tanggungjawab moral dan sosial para karyawan dalam kegiatan
bisnisnya, bisa dilihat besar kecilnya, serius atau tidaknya tanggung jawab
moral dan social suatu perusahaan.


3. Lingkup Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan kepedulian perusahaan
terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada sekedar
terhadap kepentingan perusahaan semata. Dengan konsep ini meskipun
perusahaan mau dikatakan secara moral adalah mengejar keuntungan, tidak
dengan sendirinya perusahaan dibenarkan untuk mencapai keuntungan itu
dengan mengorbankan kepentingan pihak-pihak lain, termasuk masyarakat
luas.

Secara negatif itu berarti suatu perusahaan harus menjalankan kegiatan
bisnisnya sedemikian rupa sehingga tidak sampai merugikan pihak-pihak
tertentu dalam masyarakat. Dan secara positif itu berarti suatu perusahaan
harus menjalankan kegiatan bisnisnya sedemikian rupa sehingga pada akhirnya
akan dapat ikut menciptakan suatu masyarakat yang baik dan sejahtera.
Bahkan perusahaan diharapkan untuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang
tidak semata-mata didasarkan pada perhitungan keuntungan kontan yang
langsung, melainkan demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.



ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010




30
Dalam perkembangan etika bisnis yang modern, muncul gagasan yang lebih
komprehensif mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan ini.

• Pertama, keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang
berguna bagi kepentingan masyarakat luas. Perusahaan diharapkan
untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang terutama dimaksudkan
untuk membantu memajukan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Jadi, tanggung jawab sosial dan moral perusahaan disini
terutama terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang
berguna bagi masyarakat. Perusahaan juga memikirkan kebaikan,
kemajuan, dan kesejahteraan masyarakat, dengan ikut malakukan
berbagai kegiatan sosial.


Seperti menyumbangkan dana untuk membangun rumah ibadah,
membangun prasarana dan fasilitas sosial dalam masyarakat (listrik, air,
jalan, tempat rekreasi, dan sebagainya), melakukan penghijauan,
menjaga sungai dari pencemaran, pelatihan Cuma-Cuma bagi pemuda
yang tinggal disekitar perusahaan, memberi beasiswa kepada anak dari
keluarga yang kurang mampu ekonominya, dan sebagainya.
Ada beberapa alasan yang manjadi dasar bagai keterlibatan
perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial tersebut, yaitu :
- Karena perusahaan dan seluruh karyawannya adalah
bagian integral dari masyarakat setempat. Karenanya
wajar bila perusahaan ikut bertanggungjawab atas
kemajuan dan kebaikan masyarakat tersebut.
- Perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak
untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam
masyarakat tersebut dengan mendapatkan keuntungan
bagi perusahaan tersebut. Sampai tingkat tertentu,
masyarakat telah menyediakan tenaga-tenaga
profesional bagi perusahaan yang sangat berjasa
mengembangkan perusahaan tersebut. Keterlibatan ini
semacam balas jasa terhadap masyarakat.
- Dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai
kegiatan sosial, perusahaan memperlihatkan komitmen
moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan
bisnis tertentu yang dapat merugikan kepentingan
masyarakat luas. Dengan ikut dalam berbagai kegiatan
sosial, perusahaan merasa punya kepedulian, punya
tanggung jawab, terhadap masyarakat dan dengan
demikian akan mencagahnya untuk tidak sampoai
merugikan masyarakat melalui kegiatan bisnis tertentu.
- Dengan keterlibatan social, perusahaan tersebut
menjalin hubungan social yang lebih baik dengan
masyarakat dan dengan demikian perusahaan akan
diterima kehadirannya dalam masyarakat tersebut. Ini
akan membuat masyarakat merasa memiliki perusahaan
tersebut, dan dapat menciptakan iklim social dan politik
yang lebih aman, kondusif, dan menguntungkan bagi
kegiatan bisnis perusahaan tersebut.

ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010




31
• Kedua, keuntungan ekonomis.
Berhasil tidaknya suatu perusahaan, secara ekonomis dan moral,
menurut Milton Friedman, dinilai berdasarkan lingkup tanggung jawab
sosial ini.
Keuntungan ekonomi dilihat sebagai sebuah lingkup tanggung jawab
moral dan social untuk mengejar keuntungan ekonomi karena dengan
itu perusahaan dapat dipertahankan dan juga hanya dengan itu semua
karyawan dan semua pihak lain yang terkait bisa dipenuhi hak dan
kepentingannya.

• Ketiga, lingkup tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak kalah
pentingnya adalah memenuhi aturan hukum yang berlaku dalam suatu
masyarakat, baik yang menyangkut kegiatan bisnis maupun yang
menyangkut kehidupan social pada umumnya. Ini merupakan salah satu
lingkup tanggung jawab sosial perusahaan yang semakin dirasakan
penting.

• Keempat, hormat pada hak dan kepentingan stakeholders atau pihak-
pihak terkait yang punya kepentingan langsung atau tidak langsung
dengan kegiatan bisnis suatu perusahaan. Ini suatu lingkup tanggung
jawab yang semakin mendapat perhatian tidak hanya di kalangan
praktisi bisnis melainkan juga para ahli etika bisnis.

Suatu perusahaan yang dikatakan punya tanggung jawab moral dan sosial,
berarti perusahaan tersebut secara moral dituntut dan menuntut diri untuk
bertanggung jawab atas hak dan kepentingan pihak-pihak terkait. Seperti
konsumen, buruh, investor, kreditor, pemasok, penyalur, masyarakat
setempat, pemerintah dan sebagainya. Tanggung jawab sosial perusahaan
lalu menjadi hal yang begitu konkret, baik demi terciptanya suatu
kehidupan sosial yang baik maupun demi k elangsungan dan keberhasilan
kegiatan bisnis perusahaan tersebut.


4. Argumen Yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial
Perusahaan

Dibawah ini terdapat beberapa argumen yang menentang perlunya
keterlibatan sosial perusahaan.
..
.

Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan
Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan
Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan
Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan
sebesar
sebesar-
-besarnya
sebesar
sebesar
-
besarnya
besarnya
besarnya .
.

.
.

Argumen paling keras yang menentang keterlibatan perusahaan dalam
berbagai kegiata social sebagai wujud tanggung jawab social perusahaan adalah
faham dasar bahwa tujuan utama bahkan satu-satunya dari kegiatan bisnis
adalah mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Milton Friedman adalah
penentang utama tanggung jawab social perusahaan dalam wujud keterlibatan
sosial ini.
Yang menjadi perhatian utama perusahaan adalah bagaimana
mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya seefisien mungkin. Ini berarti
sumber daya yang ada harus dipakai sehemat mungkin dan seefisien mungkin
untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.

Maka, konsep mengenai keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan social
harus ditentang karena justru akan menimbulkan ketidakefisienan. Sehingga
berarti tanggung jawab sosial dalam bentuk keterlibatan social adalah hal yang
tidak relevan dengan kegiatan dan hakikat bisnis itu sendiri.

ETIKA BISNIS – STIE BUDDHI
2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar